Siang itu merupakan hari terpanas yang pernah kami bertiga lalui. Kami; aku, Amel, dan Umire duduk di bawah pohon rindang di taman kampus. Berharap oksigen yang dikeluarkan sang pohon bisa menurunkan suhu panas siang itu.
"Gue mau ke mini market di depan (kampus) nih. Mau ikut gak?" celetuk Umire.
"Ikut!" jawabku dan Amel bersamaan.
Sebenarnya mini market di depan kampus tak terlalu jauh, tetapi panasnya siang itu dan luasnya taman rindang di kampus membuat kami berjalan sedikit lambat karena harus berteduh di bawah pohon satu ke pohon lainnya.
Beberapa menit kemudian, sampailah kami di dalam mini market yang super sejuk. AC mini market seperti oase di tengah gurun, dan kami bersyukur kepada manusia-manusia yang menciptakan produk teknologi seperti AC dan kipas angin.
Aku langsung berlari ke arah lemari pendingin dan mengambil minuman kopi kaleng kesukaanku. Amel dan Umire masih melihat-lihat minuman dalam lemari pendingin lainnya.
"Gue duluan ya (ke kasirnya)," kataku sembari mengambil satu batang cokelat dari rak dekat lemari pendingin.
Aku mengantri di depan kasir. Ternyata banyak mahasiswa yang sedang membeli minuman dingin di siang hari yang panas ini.
Tiba-tiba dari belakang aku ditubruk oleh seorang pria berbadan besar seperti Ivan Gunawan. Aku menengok dan hanya bisa melihat bagian dada dan lengannya. Aku tak melihat wajahnya karena sepertinya pria ini terlalu tinggi, dan aku perlu mendongak untuk melihatnya.
"Maaf," kata pria itu pelan.
Aku sebenarnya paling tak suka dengan kejadian seperti ini. Dia seperti melewati personal space aku. Aku memasang wajah tak suka setelah ia meminta maaf.
Lagi-lagi dia menubrukku. Aku langsung mendongak dengan wajah kesal, melihat wajah pria dengan rasa bersalah.
"Maaf," kata pria itu.
Masih dengan wajah kesal, aku hanya diam tak menjawab dan kembali mengantri. Amel dan Umire masih di depan lemari pendingin saat itu.
Tiba-tiba mati lampu dan seluruh ruangan gelap gulita. Semua orang berteriak kaget. Tiba-tiba pria yang tadi menubrukku malah memelukku dari belakang. Kedua lengannya mengitari bahuku. Dadanya menempel erat di punggungku. Nafasnya berat.
Tapi bodohnya aku tak ingin melepaskannya. Entah mengapa rasanya begitu hangat. Aku meraih kedua lengannya yang memelukku. Aku memejamkan mata, menikmati pelukan itu.
Pria tersebut bernafas di telingaku dan berbicara, "Aku..."
TEEEET!!! TEEEET!!! TEEEET!!!
Tiba-tiba alarm bunyi dan saya terbangun dengan panik, mengira ada telepon karena ringtone alarm dan telepon sama. Adegan di mini market setelah mati lampu dan langsung gelap gulita sebenarnya gak make sense karena latar dari awal itu siang hari. But yeah, it's a dream! Gak heran kalau aneh dan gak make sense hahaha
Aku langsung berlari ke arah lemari pendingin dan mengambil minuman kopi kaleng kesukaanku. Amel dan Umire masih melihat-lihat minuman dalam lemari pendingin lainnya.
"Gue duluan ya (ke kasirnya)," kataku sembari mengambil satu batang cokelat dari rak dekat lemari pendingin.
Aku mengantri di depan kasir. Ternyata banyak mahasiswa yang sedang membeli minuman dingin di siang hari yang panas ini.
Tiba-tiba dari belakang aku ditubruk oleh seorang pria berbadan besar seperti Ivan Gunawan. Aku menengok dan hanya bisa melihat bagian dada dan lengannya. Aku tak melihat wajahnya karena sepertinya pria ini terlalu tinggi, dan aku perlu mendongak untuk melihatnya.
"Maaf," kata pria itu pelan.
Aku sebenarnya paling tak suka dengan kejadian seperti ini. Dia seperti melewati personal space aku. Aku memasang wajah tak suka setelah ia meminta maaf.
Lagi-lagi dia menubrukku. Aku langsung mendongak dengan wajah kesal, melihat wajah pria dengan rasa bersalah.
"Maaf," kata pria itu.
Masih dengan wajah kesal, aku hanya diam tak menjawab dan kembali mengantri. Amel dan Umire masih di depan lemari pendingin saat itu.
Tiba-tiba mati lampu dan seluruh ruangan gelap gulita. Semua orang berteriak kaget. Tiba-tiba pria yang tadi menubrukku malah memelukku dari belakang. Kedua lengannya mengitari bahuku. Dadanya menempel erat di punggungku. Nafasnya berat.
Tapi bodohnya aku tak ingin melepaskannya. Entah mengapa rasanya begitu hangat. Aku meraih kedua lengannya yang memelukku. Aku memejamkan mata, menikmati pelukan itu.
Pria tersebut bernafas di telingaku dan berbicara, "Aku..."
TEEEET!!! TEEEET!!! TEEEET!!!
Tiba-tiba alarm bunyi dan saya terbangun dengan panik, mengira ada telepon karena ringtone alarm dan telepon sama. Adegan di mini market setelah mati lampu dan langsung gelap gulita sebenarnya gak make sense karena latar dari awal itu siang hari. But yeah, it's a dream! Gak heran kalau aneh dan gak make sense hahaha