Aku mengendarai motor dengan kecepatan 60 km/jam. Tiba-tiba kecepatan itu berkurang kala aku melihat sesosok laki-laki yang sedang menaiki angkutan umum. Itu adalah sosok laki-laki yang selama ini aku cintai.
***
Sengaja aku datang telat. Malas dengan pelajaran sastra asing pagi ini. Menunggu di luar sendirian dan tiba-tiba sosok yang tadi aku lihat kini muncul kembali. Duduk di sebelahku dengan tampang lesu.
"Kenapa tampang lo lesu gitu?" tanyaku penasaran.
"Kecapekan gue. Ngantuk banget..." jawabnya sambil duduk lemas.
"Tidur lagi aja sana. Kalau enggak pesen kopi susu tuh di kantin." saranku kemudian.
Tiba-tiba mimik wajahnya berubah centil. Tersenyum manis kepadaku. Tak tahan dengan kebiasaannya itu aku memukul bahunya pelan.
"Enggak! Gue gak mau beliin. Jalan sendiri sana ke kantin." omelku.
Mimik wajahnya berubah lesu kembali. Aku jadi tak tega melihatnya.
"Iya deh gue yang jalan ke kantinnya. Kasihan gue liat lo. Sini mana uangnya?"
Akhirnya aku menyerah. Laki-laki itu kemudian memberikan selembaran uang pecahan lima ribu rupiah. Aku dengan segera bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju kantin yang jaraknya hari 6 meter dari kelasku.
"Rajin banget neng beli kopi tiap pagi. Perempuan teh jangan banyak-banyak minum kopi atuh. Gak baik." kata Mang Usman ketika aku sampai di tempat jualannya.
"Aduh mang Usman, ini kopinya bukan buat aku. Buat temen..."
"Ahahaha... mang mah tau ini. Buat gebetan neng ya?"
"Ah, mang bisa aja. Iya nih... Aku sayang banget sama dia, mang. Tapi dia gak pernah 'ngeliat' aku. Gimana ya mang? Eh ini kenapa jadi curhat? Hehehe..."
"Yah neng, susah kalau cowoknya gak peka mah. Kalau menurut mang mah jangan sering-sering mau disuruh dia buat beliin kopi. Kalau begitu dia bukan menganggap neng temen lagi. Tapi lebih ke pesuruh, neng."
"Iya juga ya mang. Tapi kan hanya hal yang kayak gini yang bisa aku lakuin. Kalau enggak, dia gak 'ngeliat' aku dong."
"Yaudahlah, neng. Mang mah hanya kasih nasihat aja. Ini kopi susunya."
"Iya mang makasih atas nasihatnya."
Aku menjauh dari kantin. Aku berpikir keras. Apa betul yang dikatakan mang Usman? Apa aku terlalu care sehingga terlihat seperti pesuruh? Apa aku bodoh karena terlalu care sama dia?
Mimik wajahnya menjadi centil kembali setelah aku memberikan segelas kopi susu kepadanya. Aku melihatnya dengan seksama. Wajahnya yang lembut bagaikan kulit bayi. Hidungnya yang mancung. Warna kulit sawo matang yang sangat menggoda. Bola matanya yang hitam kelam, memberikan rasa misterius yang membuatku jatuh cinta kepadanya.
"Jangan ngeliat gue dengan tatapan yang kayak gitu. Muka lo jadi aneh banget..." kata dia tiba-tiba. Aku kaget setengah mati.
"Hah? Sialan. Muka cantik dunia dan akhirat kayak gini dibilang aneh. Lo yang aneh... Hahaha..."
"Lo suka ya sama gue?"
"Hah?"
Aku terbengong-bengong mendengar kalimat yang ia lontarkan. Kenapa dia bisa tau?
"Jujur aja ya, gue bingung sama kelakuan lo ke gue. Kadang-kadang baik banget. Kadang-kadang jutek..."
"Ah perasaan lo aja kali. Gue kan kayak biasanya. Ceriaaaa... Hahaha..."
"Tapi mimik muka lo gak menunjukan wajah ceria. Malah menunjukan rasa capek tapi tetep dipaksain buat ceria."
Aku diam seribu bahasa. Dia menatapku lekat-lekat.
"Jangan diam aja. Jawab kenapa! Gue mau lo jujur sama gue, lo suka sama gue apa enggak?"
"Apaan sih lo pagi-pagi... Aneh banget..."
Tiba-tiba tanganku dipegangnya dengan lembut.
"Jujurlah... Gue gak marah kalau lo jujur sama gue."
Bola mata hitam kelam itu terasa seperti tahu persis apa yang ada dihatiku. Aku menunduk malu.
"Kalau gue suka sama lo, lo bakal ngapain? Gak akan ngapa-ngapain juga kan. Gue tau kok lo cuma sekedar menganggap gue teman. Jadi jujur, gue suka sama lo. Tapi gue tau lo gak suka sama gue."
Kali ini giliran laki-laki itu diam seribu bahasa. Dia melepaskan genggamannya.
"Gue udah jujur ya. Kenapa selama ini gue gak pernah bilang suka, karena gue gak mau lo ngejauhin gue. Tapi percuma, toh nantinya lo juga ngejauhin gue."
"Enggak... Gue gak akan ngejauhin lo... Karena gue juga suka sama lo..." katanya pelan.
Giliran aku kembali diam. Kaget dengan pernyataan dia. Kemudian ia memelukku dengan lembut.
"Aku sayang sama kamu. Mau yah jadi pacarku..."
"Iya."
Kemudian kami tertawa bersama.
@theaarbar
No comments:
Post a Comment