Biasanya saya langsung pulang ke rumah setelah selesai kelas selasa sesi 1, tapi mengingat setelah makan siang akan ada bimbingan dengan dosen pembimbing skripsi, saya urungkan niat tersebut.
Sebagai mahasiswa tahun akhir, tempat tongkrongan yang masih welcome dengan saya dan mahasiswa tahun akhir lainnya hanya sekretariat UKM AuviPro. Sekretariat biasanya ramai oleh abang-abangan (baca: senior) pada hari sabtu.
Namun semenjak ruang sekretariat itu selalu bocor saat hujan, anggota UKM AuviPro angkatan 13 tidak pernah terlihat batang hidungnya. Ada beberapa anggota yang sering terlihat itupun hanya untuk numpang ngecharger smartphone, sekedar tiduran atau makan/minum yang kemudian sampah makanan dan minumannya gak dibuang ke tempat sampah, digletakin gitu aja yang akhirnya disemutin. Kejadian tadi siang nih kayak gini.
Sebagai anggota UKM AuviPro angkatan 11, saya agak geram dengan kelakuan mereka. Karena dapat ruang sekretariat itu tidak mudah. Para senior UKM AuviPro sempat rebutan ruangan dengan UKM dan HIMA lain, yang akhirnya kami harus mengalah dan dapat satu ruang yang dibagi dua dengan HIMA HI (yang beberapa anggota barunya intolerant dan berisik bukan main!).
Sekarang ruang sekretariat itu disia-siakan dan jarang dirawat oleh mereka.
Ah, oke, back to the topic.
Pergi lah saya ke sekretariat. Sudah ada kawan saya, Amel, mahasiswa jurnalistik 2011 yang sampai duluan di sana sedang mendengarkan siaran radio. Siang itu, sekretariat sebelah sepi. Di sekretariat kami hanya ada saya dan Amel. Kami berdua ngobrol dari pukul 10.00 sampai menjelang waktu makan siang.
Saat makan siang, kami pergi makan di Teh Nia. Setelah makan, saya dapat kabar dosen pembimbing skripsi saya sedang tidak mau bimbingan karena tak enak badan. Maklum, dosen pembimbing saya sudah tua, umurnya 70 tahun ke atas.
Tadinya saya dan Amel mau langsung pulang saja, toh sudah gak ada kelas atau dosen yang ditunggu. Tapi siang itu merupakan siang dengan obrolan yang paling intens yang pernah kami lakukan.
Sebelum makan siang, topik yang dibicarakan adalah project film Koper yang tak kunjung digarap karena stuck di teman kami, si penulis skenario dan sutradara. Kita hanya nungguin kerjaan dia itu, tapi sampai sekarang tak kunjung selesai. Setelah makan siang, topik yang kami bicarakan adalah mengenai masalah di dalam keluarga masing-masing, karma baik dan buruk, dan bagaimana roda kehidupan berputar. Kita juga membicarakan bagaimana orang lain memperlakukan kita.
Orang tua kami, terutama para ibu, ternyata sama-sama terlalu baik dengan orang lain. Ini yang sebenarnya bikin miris. Ada banyak orang di sekitar kami (termasuk keluarga besar) yang memanfaatkan kebaikan para ibu kami. Ada yang mulutnya manis bak gula, tapi di belakang nyinyirin alias bermuka dua. Ada yang ngemis minta ini-itu, padahal mereka mampu beli tapi mereka terlalu pelit kepada diri sendiri. Ada yang iri tapi selalu nempel biar kecipratan kalau para ibu ini sedang dapat rejeki.
Waduh, kalau dijabarin mah banyak banget. Tetapi beruntung karena ada satu moment dimana kedua ibu kami melihat dengan jelas bagaimana kelakuan orang-orang di sekitarnya, entah yang bermuka dua, yang gak mau rugi atau yang iri. Akhirnya mereka, para ibu ini, jadi lebih aware dengan orang-orang seperti itu, biar tidak dirugikan seperti dulu. Alhamdulillah.
Oiya, ibunya Amel dan ibu saya tidak mengenal satu sama lain ya. Walaupun tak mengenal satu sama lain, mereka memiliki kesamaan, yaitu mereka merupakan working mom, dan mereka terlalu baik atau terlalu royal kepada orang yang salah.
Menurut saya, obrolan tadi siang cukup membuka pikiran kami. Ternyata setiap individu melewati fase permasalahan yang bisa dibilang cukup sama. Ada dimana saya dan Amel dinyinyirin dan difitnah oleh beberapa oknum tetangga karena kami sebagai perempuan, kami selalu pulang larut malam.
Entah apa yang ada dipikiran oknum tetangga yang suka nyinyir. Yah, cuma dia dan Tuhan yang tau. Well, pada dasarnya kami tipe manusia yang masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri alias masa bodo, kami tak ambil pusing sih. Toh ini hidup kami yang jalani sendiri, dan bukan mereka yang membiayai.
Entah apa yang ada dipikiran oknum tetangga yang suka nyinyir. Yah, cuma dia dan Tuhan yang tau. Well, pada dasarnya kami tipe manusia yang masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri alias masa bodo, kami tak ambil pusing sih. Toh ini hidup kami yang jalani sendiri, dan bukan mereka yang membiayai.
No comments:
Post a Comment