Friday, July 30, 2010

Helm dan Lampu Sein

Kejadiannya begitu cepat.

Gue ceritanya lagi naik motor. Mau pulang ke rumah. Nah, gak lama setelah gue pamit dari rumah tante gue (pulang sekolah gue main dulu sampai malam dirumah tante gue) seperti biasa lewat jalan yang biasanya gue lewatin.

Dan gak lama kemudian (eng ing eng) motor bapak-bapak udah nempel aja di motor gue. Bapak-bapak itu jatuh dan helmnya kelepas (gue gak jatuh dan posisi gue masih duduk manis di motor dan gak berubah posisi sama sekali). Langsung deh tuh para warga sekitar mendatangi kami.

Beruntung pinggang gue yang kena stang motor tuh bapak-bapak gak kenapa-napa. Badan dan seluruh tubuh gue gak kenapa-napa dan kepala gue untung pake helm yang ber-SNI (Standar Nasional Indonesia) jadi alhamdulillah gak kenapa-napa (terima kasih ya Allah udah melindungi hamba-Mu ini). Tetapi si bapak-bapak itu yang naas alias sial...

Udah jatuh kelempar jauh pula tuh helmnya. Gue sekilas lihat helmnya yang kayaknya gak ber-SNI dan warna lampu seinnya yang gak sesuai dengan peraturan (lampu sein seharusnya berwarna kuning tua tapi ya gak tua-tua amat). Lampu sein tuh bapak-bapak warna merah gelap sama kayak lampu penanda berhenti di motor. Gak bener banget tuh bapak-bapak. Mana kelihatan kalau warna lampu seinnya merah dan gelap??

Kurang lebih begini dialog gue ama tuh bapak-bapak...

"Maaf pak! maaf..."

"Gua gampar lu. Gak liat tuh lampu sein?" gue langsung liat lampu seinnya.

"Maaf pak, gak liat." lampu seinnya gelap gitu, warna merah pula, gak kelihatan lah!!

"Maaf pak." gue minta maaf lagi

"Udah sana pergi!!" gue diusir. Yee... bego lu pak!! Tapi akhirnya gue pergi sambil menganggin pinggang gue yang kena stang motor tuh bapak-bapak. Buat akting doang sih, padahal gue gak kenapa-napa.

Sebenarnya gue salah juga sih. Ceritanya mau ngeduluin tuh motor bapak-bapak tapi malah jadi sial begitu. Tapi bapak-bapak itu juga salah, lampu sein warna merah gelap gitu mana kelihatan sama pengendara lainnya, pak??

Sial hari ini (mungkin). Hahaha...

Monday, July 26, 2010

BAGUS

Mencari dress untuk Pesta Ulangtahun Kirarin lumayan susah ya, Ry. Aku udah cari ke butik-butik di Mall di seluruh Jakarta tetap aja gak dapet-dapet yang pas sama aku. Mana pestanya tinggal 2 hari lagi! Duh, pasti si Kirarin marah kalo aku gak datang ke pestanya. Aku harus minta tolong ke siapa nih? Kakak Yuli? Atau Mama? Duuh!!! Sebel kalo udah kayak gini. Yaudah, aku minta tolong sama Mama dan Kak Yuli aja deh. Selamat Malam ya, Diary Marie. Met bobok.

Arista Getamidi

***

Aku langsung menuju tempat tidur. Sudah tidak bisa lagi berpikir otakku ini. Ini gara-gara dress code yang dibuat oleh Kirarin. Dress code yang dia buat adalah 'Tuan Putri dan Pangeran' yang artinya adalah dress ala putri dan tuxedo ala pangeran.

Aku perempuan yang ditakdirkan berbadan besar. Susah untuk cari dress ala putri. Hei, Kirarin, kamu sahabatku atau bukan sih?!

***

“Selamat liburan dan jangan lupa kerjain PR kalian”.

“Iya, Pak!”

Suara riuh menggema di dalam kelas itu. Semua anak di kelas itu langsung mengerubungi tempat duduk Kirarin dan aku.

“Nanti malam jangan lupa ya!” Kata Kirarin pada semua anak-anak di kelas.

“Tenang aja! Pasti kita-kita datang kok. Makanannya yang banyak ya?” Kata Rudi mewakili anak-anak.

“Tenang aja. Gue udah siapin semua buat kalian. Jangan lupa kadonya. Jangan mahal-mahal, mobil juga boleh. Hahaha..”

“Mobil-mobilan ntar gue kasih. Hahaha…” suara tertawa menggema di dalam kelas itu.

“Rin, lo bakal nyuruh kita pake dress code ala Pangeran dan Putri dan juga membawa pasangan, kan? Tapi kayaknya bakal ada satu tamu lo yang gak bakal punya pasangan dan juga punya baju ala Putri, deh.” Kata Bagus tiba-tiba.

“Masa? Siapa?” Tanya Kirarin bingung. Bagus langsung menunjuk diriku.

“Ini orangnya. Masa lo gak tahu, gak ada dress ala Putri yang muat dipake dia. Dan apakah si Arista ini juga udah punya pacar? Jawabannya pasti tidak. Hahaha…”

Kelas kembali penuh dengan lautan tawa.

“Parah lo, Gus! Dia sahabat gue! Jangan menghina dong!” kata Kirarin membelaku.

“Udah lah, Rin. Bagus bener. Kayaknya gue gak bakal datang ke pesta ulangtahun lo. Bener juga kata Bagus, gue gak punya dress ala putri dan gue juga gak punya pasangan untuk dibawa ke pesta ulangtahun lo. Gue pulang duluan ya.” Aku langsung keluar meninggalkan kelas.

Benar kata Bagus, aku gak akan datang ke pesta ulangtahun Kirarin. Kalaupun aku datang, aku akan cuma mempermalukan diri sendiri.

***

“Arista, ini udah jam setengah 7, lho! Kamu kok gak siap-siap ke pesta ulangtahun Kirarin? Kasihan kan Kirarin...” tanya Mama padaku saat aku sedang membaca komik.

“Arista sakit perut, Ma.” Kataku berbohong, “Udah, Mama keluar dari kamar Arista. Arista mau tidur.”

“Mau Mama ambilin obat?” Tanya Mama, khawatir.

“Gak usah! Udah Mama keluar aja.” Aku langsung mendorong Mama untuk keluar dari kamarku dan aku langsung menutup pintu.

***

“Arista, bangun!”

“Ada apa sih, Kak? Gue baru mau tidur nih! Ganggu aja.”

“Ada cowok cakep di depan!” kata Kak Yuli antusias.

“Si anak tetangga itu? Iya emang cakep.” Kataku sambil memeluk guling dan kembali tidur.

“Bukan!! Jangan tidur dong! Cowok itu nyariin lo. Katanya lo di suruh pakai ini.” Aku langsung melek dan menerima kotak dari kakak.

“Apaan ini isinya? Bom?” tanyaku bingung.

“Gue gak tau, coba lo buka.” Aku langsung membuka kotak itu dan benar-benar takjub dengan isinya: little black dress yang sangat cantik. Kak Yuli langsung mengambil dress itu dari tanganku.

“Wow, cepat pakai, Ta! Nanti lo gue dandanin!” Kak Yuli makin antusias. 

Aku langsung mencoba dress tersebut dan… muat! Aku langsung melepas dress itu dan langsung pergi ke wastafel untuk cuci muka. Aku harus datang ke Pesta Ulangtahun Kirarin!

***

“Cantik sekali kamu, sayang.” Kata Mama takjub melihatku berdandan ala putri.

“Aku lho yang ngedandanin. Cantik kan?” kata Kak Yuli, jumawa. Tapi kali ini aku berterimakasih atas kebaikannya, “Udah sana keluar. Temuin pangeran lo. Dia nungguin lo di luar!"

Aku langsung bertanya-tanya siapa cowok yang berbaik hati yang mau beliin little black dress sebagus ini?

Klek!

Aku langsung kaget bukan main. Ternyata orang yang memberikan dress itu adalah Bagus. Bagus, orang yang tadi siang menghinaku. Bagus melongo melihatku. Terlihat senang. Tapi aku tidak terlihat senang sama-sekali. Aku malah benci! Benci!!!

“Arista... Cakep banget lo...” Kata Bagus lalu terdiam.

“Jangan menghina!” Mama dan Kak Yuli yang melihat kejadian ini langsung kaget.

“ARISTA! Apa-apaan sih lo?! Dia cowok yang ngasih lo dress itu tau!” omel Kak Yuli. Aku langsung masuk ke dalam rumah dan cepat-cepat mengganti dress itu dengan piyama.

“Arista! Cepat keluar! Kasihan nih si Bagus!” teriak Kak Yuli dari teras. Aku langsung turun dengan membawa dress itu ditangan.

“Terima kasih atas kebaikan lo. Ini dress yang sangat bagus tapi gue gak mau memakainya karna gue gak mau lo hina lebih jauh!” aku langsung melempar dress tersebut ke wajah Bagus dan aku langsung menarik Mama dan Kak Yuli masuk kerumah. Mama sangat bingung. Kak Yuli kesal bukan main.

“Arista... maafin gue! Gue ngaku salah! Gue… Gue… GUE SUKA SAMA LO!!” Aku terdiam. Mama tersenyum. Kak Yuli terkaget-kaget.

“Sayang, kasihan lho dia. Tapi kalau memang tak suka tak usah dipaksakan.” Nasihat Mama. Aku masih terdiam. Kak Yuli masih gak percaya dengan kejadian tadi.

“Biarin. Aku gak suka dia. AKU BENCI DIA!!” teriakku keras supaya Bagus mendengar kata-kataku tadi.

“Walaupun lo benci gue, gue akan nunggu lo di sini sampai lo mau maafin gue dan nerima gue!”

Aku terdiam lagi, “Mama, Kakak, jangan ada yang keluar untuk nemuin Bagus. Kalau kalian nemuin Bagus, aku bakal benci banget sama kalian!”

“Kamu gak boleh begitu, sayang.” Mama menatapku lekat-lekat dan tersenyum lembut.

“Tau, lo gak boleh egois. Dia sayang sama lo tau!” Kak Yuli ikut-ikutan.

“Aku gak suka sama dia!” Aku langsung pergi ke kamar dan mengunci diri di sana.

“Arista! Maafin gue! Gue akan nunggu di sini sampai lo mau maafin gue!” Teriak Bagus dari teras.

Aku mengintip Bagus dari jendela kamarku. Aku bingung kenapa bisa benci sama Bagus. Sebenarnya dia gak salah apa-apa tapi kenapa… kenapa aku bisa benci dia? Apa aku menemui dia saja ya? Akh! Aku bingung…

***

Sejam telah berlalu. Mama dan Kak Yuli sepertinya sudah tidur. Aku mengintip dari jendela untuk melihat keadaan teras dan... Bagus masih ada di situ. Duduk di bangku sambil mengusap-ngusap tangannya. Aku merasa sangat kejam. Aku langsung saja keluar dan menemui Bagus…

“Kenapa lo ngelakuin kayak gini? Gak bener!” omelku. Bagus langsung memelukku, “Lepasin!”

“Maaf. Gue benar-benar minta maaf.” Kata Bagus tanpa melepas pelukannya padaku.

“Gue bingung… Kenapa gue bisa benci lo, kenapa gue bisa kayak gini sama lo. Gue bingung…”

Yang keluar dari mulut Bagus hanya, “Maaf… Gue minta maaf…”

“Gue memaafin lo. Gue juga minta maaf atas kelakuan gue ke lo.” Pelukan Bagus makin erat. Aku tak mau melepaskan pelukan ini.

“Gue suka sama lo.” Pelukan Bagus semakin erat lagi. Sampai membuatku sesak nafas.

***

“Kemarin pada kemana lo?” Tanya Kirarin kesal.

“Maaf ya, Rin. Maaf. Kami minta maaf.” Kata Bagus sambil nyengir. Aku hanya diam.

“Kami?” Tanya Kirarin bingung.

“Kami… Kami tadi malam pergi berdua. Kami sudah jadian.” kata Bagus santai. Aku langsung terbelalak mendengar pernyataan Bagus.

Kirarin dan seluruh anak-anak di kelas itu langsung menyoraki kami dan memberikan selamat kepada kami.

“Duh, bikin malu. Lagipula aku suka kamu belum tentu aku menerima kamu.” omelku malu
Bagus langsung memelukku, “Aku mau kamu menerima aku.”

“Haah… Aku menerimamu.”

Kelas menjadi penuh dengan anak-anak yang bersorak gembira dan senang karena kami jadian. Kelas semakin penuh sorak saat Bagus mencium keningku. Ah, ternyata Bagus menyukaiku dan ternyata dia juga sangat sayang padaku.

Aku menyesal telah memperlakukan dia seperti ‘anjing yang dibuang majikannya’ kemarin malam. Dan sekarang aku sangat senang atas apa yang telah terjadi sekarang. Aku sangat menyayangi Bagus lebih dari apapun. Aku menyukainya.