Saturday, November 7, 2015

Sidang Tilang Pertama

Annoying as hell!

Itulah kalimat yang langsung muncul di kepala saya saat segerombolan polisi menghentikan laju motor saya di sekitar Ps. Minggu pada hari Minggu pagi yang cerah. Tanpa ba-bi-bu, salah satu polisi langsung memberikan surat tilang kepada saya. Awalnya saya bingung dan kemudian kesal bukan main karena saya merasa tidak melanggar apa-apa.

"Salah saya apa, pak? Saya pakai helm, jaket, sepatu dan sarung tangan. Surat-surat berkendara saya juga lengkap."

"Ibu melanggar undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 107 yang mengatur tentang penggunaan lampu utama."

What?! Cuma gara-gara gak nyalain lampu di pagi hari yang cerah itu, saya ditilang?! JANGAN BERCANDA, PAK!

Kemudian polisi itu langsung pergi dengan membawa SIM saya dan kembali menilang orang lain. Saya langsung memanggilnya kembali untuk menjelaskan dimana dan kapan saya bisa mendapatkan kembali SIM saya, karena sebelumnya polisi itu tidak menjelaskannya (dan dia main pergi saja). Polisi (yang langsung memasang wajah yang tidak niat dan setengah hati) itu menghampiri saya lagi dan menjelaskanya. Setelah itu saya langsung pergi sambil menggerutu kesal.

Saya baru bisa mengambil SIM saya hari Jumat minggu depan pada jam kerja di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di Jalan Ampera. Untungnya saya sudah pulang dari Singapura saat itu, jadi saya bisa datang ke PN Jaksel.

Hari Jumat saya datang ke PN Jaksel ditemani oleh teman saya, Amalia. Kami datang sekitar pukul 12 siang dan sedikit menyesal karena saat itu loket penukaran sedang istirahat. Terpaksa kami menunggu satu jam untuk menukarkan kertas tilang dengan nomor antrian sidang.

Setelah sejam menunggu, langsung saja saya menukarkan kertas tilang dengan nomor antrian di loket. For your information, PN Jaksel mempunyai dua loket, yaitu loket khusus laki-laki dan loket khusus perempuan.

Saya enggak tahu maksudnya kenapa sampai loketnya dipisah begitu sampai saya merasakan keuntungannya. Saya mendapat nomor antrian 143 DAN SAYA LANGSUNG DIPERBOLEHKAN MASUK KE RUANG SIDANG. WOHOOO!



Suasana di depan Ruang Sidang 1 - Prof. R. Subekti, SH.


Nomor urut untuk pria bisa mencapai angka ribuan. Ruang sidang 1 menampung 600 nomor urut dan nomor urut 700 hingga 1000-an ditampung ruang sidang lainnya. Mungkin wanita yang melanggar aturan lalu lintas hanya sedikit, maka dari itu nomor urut wanita tidak sebanyak pria dan maka dari itu wanita diutamakan ketika sidang tilang.


Suasana di dalam Ruang Sidang 1 - Prof. R. Subekti, SH.
Dominan perempuan karena yang sedang disidang perempuan semua.

Tibalah saatnya saya berhadapan dengan hakim.

"Kamu melanggar apa?"

"Tidak menyalakan lampu di siang hari, Pak."

"Harusnya kamu nyalakan, biar teeeraaang! Oke, 70 ribu, silahkan bayar ke sebelah."

Hah?! Begitu doang?! Astaga, saya pikir bakal gimana-gimana, ternyata tidak dan sidang tilangnya semudah itu. Dasar orang Indonesia... :')

Setelah membayar 70 ribu, SIM saya langsung kembali dengan staples di bagian sidik jarinya. ADUH KESAL BUKAN MAIN! SIM YANG SUSAH PAYAH SAYA DAPATKAN HARUS RUSAK KARENA DISTRAPLES! DUH!


Zoom bila straplesnya tidak terlihat.
Syukurlah. Pesan moral: nyalakan selalu lampu kendaraan. Tidak perduli pagi, siang atau malam, sekarang saya selalu menyalakan lampu biar gak kena tilang lagi. Hahaha.

No comments:

Post a Comment